Langsung ke konten utama

Tentangmu Yang Mulai Melupa


Aku tidak tahu dari mana awalnya aku ingin menulis ini. Aku hanya sedang rindu. Iya, rindu kamu yang lama tak menyapa. Sebenarnya untuk apa aku menulis ini. Rasanya tidak akan ada gunanya sama sekali.

Berawal dari perasaan yang aku sendiri tidak tahu siapa tuannya. Rasa resah dan gelisah yang kerap menghantuikuu. Kamu yang belum tentu juga memikirkan perihal aku.

Aku yang kepedean. Aku yang terlalu cinta atau terlalu berlebihan dalam menyikapi setiap peristiwa? Hingga aku harus menanggung semuanya sendirian.

Di tahun ini, aku bukan lagi anak-anak. Aku semakin tumbuh menjadi perempuan dewasa. Usia dimana kedua orang tuaku sangat mengkhawatirkan perihal pasangan hidup.

Tentang siapa yang aku suka. Siapa yang suka aku. Dan masih banyak lagi. Segala sesuatu yang mereka bilang, harus sangat dipertimbangkan. Apa itu? Entahlah.

Kamu pernah suka sama seseorang? Kamu ingin hidup dengannya. Sampai kamu berangan-angan sangat jauh. Yang sudah jelas kamu sendiri tidak tahu akan jadi atau tidak dengan dia.

Kamu semakin berharap padanya hanya karena peristiwa yang sangat kecil. Contohnya, kamu sering diberi suatu barang olehnya. Dia yang biasa saja sama kamu, tapi kamu menanggapinya berlebihan.

Kamu mengira dia suka sama kamu. Kamu mengira dia beneran ada rasa sama kamu. Semakin lama perasaan itu semakin menggebu-gebu. Hingga tiba pada suatu hari, dia yang kamu suka juga mengutarakan rasa sukanya padamu.

Apa kamu senang? Senang karena ternyata mencintai orang yang juga mencintai kamu itu indah sekali. Tapi apakah kamu yakin sampai di situ?

Setelah kamu menceritakan semuanya pada orang tuamu. Sebagai perempuan dewasa, orang tuamu ingin kepastian darinya. Namun, setelahnya kamu meminta kepastian. Dia meminta tempo yang menurut perhitungan, cukup lama.

Bisa kamu bayangkan. Kamu harus menunggunya. Sedangkan kamu tidak tahu betul tentang perasaannya yang sesungguhnya. Dia tidak mau menghubungimu dengan alasan ingin menjaga dari hal yang tidak seharusnya dilakukan.

Tapi, apakah kamu bahagia? Jika kamu suka pada seseorang, bukankah kamu akan selalu tahu informasi yang menurut ukuran pada umumnya sangatlah penting untuk diketahui.

Sedangkan kamu tau tentangnya selalu dari orang lain. Sakit gak sih? Kamu bukan prioritasnya. Kamu menunggu kabar darinya sedangkan yang kamu tunggu, SANGAT TIDAK PEDULI sama kamu!

Kamu akan tetap bertahan dengan kondisi seperti itu?
Kamu mau gimana?

Lelah rasanya. Sementara ayahmu tidak merestui cara kalian seperti ini. Jika menunggumu tidak membuatmu menambah dosa, oke lah. Tapi jika malah menambah dosa? Bukankah itu merugikanmu?


Maaf, aku hanya menulis apa yang aku rasa! Selamat malam.

Minggu, 14 Juli 2019
Sumber gambar : www.pixabay.com

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Gemeretak Gigi

Selamat malam kalian yang mungkin pada saat ini sudab tertidur lelap saking nikmatnya tidur. Betapa bahagianya kalian yang bisa merasakan tidur tanpa gangguan sedikit pun. Entah ada angin apa, tiba-tiba aku ingin menceritakan tentang Teman Hidupku pada kalian. Teman yang sampai saat ini masih tumbuh dalam diriku entah sampai kapan. Sejak kecil, aku punya kebiasaan menggeretakan gigi saat sedang tidur. Kadang-kadang aku menyadarinya dan kadang pula aku tidak merasakan apa-apa.  Kebiasaan itu masih melekat erat dalam diriku sampai aku sedewasa ini. Dalam artikel yang aku baca, kebiasaan menggeretakan gigi adalah sebab dari stress yang terjadi dalam tubuhku, sehingga aku dengan tidak sadar sering melakukan itu.  Siapa sih yang ingin seperti itu? Tidak ada! Semua orang pasti ingin hidup normal. Hidup bebas tanpa ada gangguan dalam tubuhnya. Kadang-kadang aku suka mengeluh karena kalau aku tidur duluan, suara gemeretak gigi itu akan mengganggu orang yang tidur di dekatku. Ditamb

Surat Untuk Ayahnya Lelaki yang Kucintai

Untuk Ayah dari Lelaki yang Kucintai Assalamualaikum, Ayah. Perkenalkan saya Brina, seorang perempuan yang baru beberapa minggu ini mengenal anakmu. Ayah, izinkan saya memanggilmu Ayah meski kita tak ditakdirkan berjumpa sampai detik ini. Ayah, terima kasih telah mendidik anak lelaki yang lembut, serta penyayang. Seseorang yang selalu berusaha bertanggung jawab dengan apa yang telah ia katakan. Ayah, saya menulis ini, ingin kusampaikan padamu betapa saya sangat mencintai anakmu. Sejak ia melayangkan lamarannya padaku kala itu. Waktu yang sangat singkat tak terasa membuat saya sejatuh cinta ini padanya. Sebelumnya, saya tidak pernah berangan-angan untuk berkenalan dengannya, bahkan untuk menjadi pasangannya. Ayah, saya memang bukan perempuan yang baik. Bahkan saya tidak terlahir dari keluarga kaya. Saya hanya perempuan sederhana yang harus banyak menabung terlebih dahulu untuk mendapatkan yang saya inginkan. Tapi saya punya cinta yang tulus untuk anakmu. Sejak nama anakmu se